Jangan marah!… Demikian Rasulullah Saw. mengatakannya sampai tiga kali. Padahal marah adalah manusiawi. Setiap orang pasti pernah marah, bahkan Rasulullah Saw. sekalipun. Karena di beberapa riwayat Rasulullah pernah marah atau minimalnya kesal. Dan Baginda pun, di beberapa riwayat juga, sering memberikan tips-tips apabila seseorang sedang marah.
Jadi yang dipermasalahkan oleh Rasulullah Saw. sebenarnya bukan larangan marah , tapi justru larangan MENGEKSPRESIKAN kemarahan. Karena seseorang yang mengekspresikan kemarahannya, ia tidak akan disukai oleh siapa pun. Orang-orang akan menghindarinya karena takut disakiti, di samping mengekspresikan kemarahan merupakan perangai yang jelek.
Rasulullah SAW bersabda, “Orang kuat bukan diukur dengan bertarung. Orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini pun sudah jelas, bahwa yang dituju oleh Rasulullah bukanlah marahnya, tapi sikap mengekspresikannya.
Ada salah satu kisah yang menarik. Dalam suatu kesempatan, menurut Ibu Aisyah, ada seseorang yang memaksa meminta bertemu dengan Rasulullah Saw. sambil teriak-teriak memanggil nama baginda. Lalu Ibu Aisyah menyampaikannya, dan terlihat Baginda kesal dan berkata,
بئس اخو العشيرة!
(Ini bahasa ungkapan kekesalan, arti bebasnya, “Sialan!”)
Lalu baginda melanjutkan, “Suruh dia masuk.” Setelah ia menemui dan menghadap baginda, ternyata Baginda berkata kepadanya dengan bahasa yang lemah lembut, bahkan baginda menghamparkan tempat duduk dan melayaninya dengan baik.
Melihat tingkah yang aneh tersebut, Ibu Aisyah berkata kepada baginda selepas
orang tersebut berlalu, “Ya, Rasulullah, sebelumnya Baginda berkata seperti yang kesal, tapi setelah bertemu dengannya justru baginda mengobrol dengan lemah lembut bahkan memperlakukannya dengan baik.” Lalu Nabi Saw. menanggapinya : “wahai Aisyah, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang berkata keji (fuhsyu) dan berbuat keji (tafahusy)”. HR. Abu Dawud (dengan redaksi terjemahan bebas)
Saat menemui orang yang mengesalkan dan menjengkelkan pun, Rasulullah Saw. masih dapat bersikap lemah lembut. Tidak mengekspresikan kemarahannya.
Lalu kenapa Rasulullah Saw. berbuat demikian?. Bagaimana pun juga, semua dilakukan oleh Rasulullah Saw. adalah demi dakwah dan syiar Islam, di samping mencerminkan sikap Rasulullah Saw. yang senantiasa bersikap lemah lembut kepada siapa pun. Padahal sebagaimana kita ketahui, banyak sekali dalam al-Quran, Rasulullah sering dikatai gila, ahli sihir, pembohong dll, dan lebih dari itu, Rasulullah Saw. sering diludahi!. Tapi tak pernah ada satu riwayat yang menceritakan Rasulullah Saw. membalasnya dengan marah atau murka.
Allah Swt. mengingatkan kepada Rasulullah Saw.:
وَلَا يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ ۘ إِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا ۚ
Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya keagungan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. (QS. Yunus: 65).
Melalui ayat ini, Rasulullah diingatkan bahwa alasan jangan membuatnya sedih adalah karena KEAGUNGAN itu milik-Nya. Mafhumnya, apabila baginda merasa sedih atas ucapan mereka berarti baginda merasa agung dan mulia lalu merasa kehilangan keagungannya tersebut. Bukankah salah satu penyebab sedih itu ialah kehilangan sesuatu Sehingga firman-Nya bahwa “kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah” menjadi qarinah atau alasan kuat supaya Rasulullah jangan bersedih.
Seseorang yang merasa dirinya mulia dan memiliki kemuliaan lalu tidak dimuliakan bahkan dicacinya, pasti ia akan merasa sedih. Tapi justru apabila tidak merasa memilki kemuliaan dan meyakini bahwa kemuliaan itu milik-Nya tentu ia tidak sedih. Dikatakan bodoh, tidaklah sedih karena tidak merasa pintar.