Wakaf, sekalipun masuk ke dalam rumah besar sedekah jariah, memiliki kekhususan dan ketentuan yang berbeda dengan sedekah, infak dan zakat, yang harus diperhatikan. Berikut kutipan beberapa ulama tentang wakaf.
Imam Syihabuddin Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
والاظهر ان الملك في رقبة الموقوف على معين او جهة ينتقل الى الله تعالى اي ينفك عن اختصاص الادميين
“Pendapat Adhhar menyatakan bahwa kepemilikan benda yang di waqafkan kepada orang tertentu atau untuk umum itu pindah kepada Allah Swt., yakni: lepas dari hak milik manusia”
Pustaka: Tuhfatul Muhtaj : Jilid. 6 hal. 272).
Dalam kitab As-Syarqawi (ll/ 178), dijelaskan:
وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَاِنْ خَرَبَ ، خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ . وَصُوْرَتُهُ عِنْدَهُ اَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ قَدْ آلَ اِلَى السُّقُوْطِ فَيُبْدَلُ بِمَحَلٍّ آخَرَ اَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى صِحَّتَهُ .
“Tidak boleh menukarkan barang wakaf menurut mazhab kami (Syafi’i), walaupun sudah rusak. Berbeda dengan mazhab Hanafi yang membolehkannya. Contoh kebolehan menurut pendapat mereka adalah bila tempat yang diwakafkan itu benar-benar hampir longsor, kemudian ditukarkan dengan tempat lain yang lebih baik dari padanya, sesudah ditetapkan oleh Hakim yang melihat kebenarannya”.
Dalam kitab Syahrul Kabir (III /420) dijelaskan pula:
فَاِنْ تَعَطَّلَتْ مَنَافِعُهُ بِالْكُلِّيَّةِ كَدَارٍ اِنْهَدَمَتْ اَوْ اَرْضٍ خَرَبَتْ وَعَادَتْ مَوَاتًا لَمْ يُمْكِنْ عِمَارَتُهَا اَوْ مَسْجِدٍ اِنْتَقَلَ اَهْلُ الْقَرْيَةِ عَنْهُ وَصَارَ فِى مَوْضِعٍ لاَ يُصَلَّى فِيْهِ اَوْ ضَاقَ بِاَهْلِهِ وَلَمْ يُمْكِنْ تَوْسِيْعُهُ فِى مَوْضِعِهِ ، فَاِنْ اَمْكَنَ بَيْعُ بَعْضِهِ لِيُعَمَّرَ بَقِيَّتُهُ جَازَ بَيْعُ الْبَعْضِ وَاِنْ لَمْ يُمْكِنِ الإِنْتِفَاعُ بِشَيْءٍ مِنْهُ بِيْعَ جَمِيْعُهُ .
“Jika manfaat dari wakaf secara keseluruhan sudah tidak ada, seperti rumah yang telah roboh atau tanah yang telah rusak dan kembali menjadi tanah yang mati yang tidak mungkin memakmurkannya lagi, atau masjid yang penduduk desa dari masjid tersebut telah pindah; dan masjid tersebut menjadi masjid di tempat yang tidak dipergunakan untuk melakukan shalat, atau masjid tersebut sempit dan tidak dapat menapung para jamaah dan tidak mungkin memperluasnya di tempat tersebut, … jika mungkin menjual sebahagiannya untuk memakmurkan sisanya, maka boleh menjual sebahagian. Dan jika tidak mungkin memanfaatkannya sedikit pun, maka boleh menjual seluruhnya”.
Kesimpulannya: Status barang wakaf sudah menjadi HAK MILIK ALLAH dalam arti tidak boleh ditasharrufkan lagi seperti di jual, di pinjamkan, di ambil kembali atau bahkan diwakafkan kembali.