Menu

Mode Gelap
Inisiasi Fatayat 5.0, Fatayat NU Kota Bandung Tancapkan Tonggak Sejarah Baru Tingkatkan Kepedulian Masyarakat, LAZISNU Kota Bandung Distribusikan Zakat, Infaq, dan Sedekah Jelang Idul Fitri Masjid Raya Jadi Lokasi Gelaran Ramadhan Penuh Cinta 1446 H PCNU Kota Bandung; Dihadiri Walikota hingga Waketum PBNU PCNU Kota Bandung Bersinergi dengan Dinas Koperasi dan UKM Bentuk Koperasi Bandung Menuju “Kota Wakaf”, Sejumlah Pihak Bersinergi Hadirkan Manfaat

Keislaman · 22 Mei 2025 22:37 WIB

Shalat Sambil Gendong Anak


 Shalat Sambil Gendong Anak Perbesar

Di dalam kitab sahihnya, Imam Muslim memuat bab khusus tentang kebolehan menggendong anak kecil dalam salat. Dan hal ini telah jelas menunjukkan akan kebolehannya.

Dari Abu Qatadah Al Anshari ra, ia berkata :

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُوْدِ أَعَادَهَا

“Aku melihat Rasulullah Saw. salat mengimami para Sahabat sambil menggendong Umamah bin Abi al-Ash, anak Zainab putri Beliau Saw. di atas bahunya. Maka bila ruku’ Beliau meletakkannya dan bila usai sujud Beliau menggendongnya kembali.” (HR. Muslim No. 543; An-Nasa’i No. 827.)

Pada riwayat lain disebutkan:

فَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا وَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا

“Bila berdiri, beliau menggendongnya dan bila sujud, beliau meletakannya”. (HR Muslim No. 543).

Namun tentunya kebolehan ini harus tetap memperhatikan syarat-syarat salat, yang di antaranya ialah harus bersih dari najis. Sebab sebagaimana kita ketahui, terkadang diketahui ternyata anak tersebut membawa najis, seperti popok yang bernajis misalnya, maka hukumnya tidak boleh karena dapat membatalkan salatnya. Dan Syara’ telah melarang seseorang mengerjakan salat dengan membawa najis di badan, pakaian, maupun tempatnya

Perihal ini, imam Nawawi dalam kitab ‘Al Majmu (3/163) karyanya, berkata :

مذاهب العلماء فيمن صلى بنجاسة نسيها أو جهلها: ذكرنا أن الأصح في مذهبنا وجوب الإعادة وبه قال أبو قلابة وأحمد، وقال جمهور العلماء: لا إعادة عليه، حكاه ابن المنذر عن ابن عمر وابن المسيب وطاوس وعطاء وسالم بن عبد الله ومجاهد والشعبي والنخعي والزهري ويحيى الأنصاري والأوزاعي وإسحاق وأبي ثور قال ابن المنذر: وبه أقول، وهو مذهب ربيعة ومالك وهو قوي في الدليل وهو المختار ” انتهى.

Mazhab para ulama bagi orang salat dengan adanya najis karena lupa atau tidak mengetahuinya. Kami telah sebutkan bahwa yang paling kuat dalam mazhab kami ialah diwajibkan mengulangi dan ini pendapat Abu Qulabah dan Ahmad. Sementara jumhur ulama berpendapat, tidak perlu mengulanginya. Diceritakan Ibnu Mundzir dari Ibnu Umar, Ibnu Musayyab, Thawus, Atha’, Salim bin Abdullah, Mujahid, Sya’bi, Nakha’i, Zuhri, Yahya Al-Anshori, Auza’I, Ishaq, Abu Tsaur. Ibnu Mundzir : “Ini pendapat saya juga”. Dan ini mazhabnya Rabi’ah, dan Malik. Ia kuat dari sisi dalilnya dan ia adalah pilihan.” Selesai.

Dari Abu Sa’id Al Khudri ra,  ia berkata :

بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ، قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ؟ قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السلام أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا، أَوْ قَالَ: أَذًى، وَقَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا “

Ketika Rasulullah Saw. salat bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya lalu meletakkan keduanya di sebelah kiri beliau. Saat para sahabat melihat apa yang beliau lakukan tersebut, mereka pun ikut pula melepas sandal-sandal mereka. Ketika Rasulullah Saw. telah selesai salat, beliau bersabda : “Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal-sandal kalian?”. Mereka menjawab: “Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga kami pun melepaskan sandal-sandal kami”. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwa di kedua sandalku terdapat kotoran”. Beliau Saw. melanjutkan: “Bila salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, hendaklah ia perhatikan. Bila di kedua sandalnya terdapat najis atau kotoran, hendaklah ia bersihkan dan kemudian salat dengan memakai kedua sandalnya tersebut”. (HR. Abu Dawud No. 650, Ad-Darimiy No. 1378, Ahmad No. 10769 & 11467)

Di dalam kitab i’anatut Thalibin 1/92, terdapat sebuah keterangan, yang isinya: “Begitu juga jika anak tersebut belum dikhitan. Menurut pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah anak yang belum dikhitan membawa Qulfah yang dianggap najis secara hukum, dan mesti dihilangkan.”

Artikel ini telah dibaca 2 kali

Fahmi TR badge-check

Penulis

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Baca Lainnya

Tanya Jawab Seputar Fikih Udhiyah (Qurban) Bagian Ke-4

22 Mei 2025 - 22:15 WIB

Tanya Jawab Seputar Fikih Udhiyah (Qurban) Bagian Ke-3

18 Mei 2025 - 22:32 WIB

Syukur: Solusi Kemunduran Ilmu Pengetahuan Umat Islam

14 Mei 2025 - 18:39 WIB

Kurban: Antara Kepekaan Sosial dan Manifestasi Ketakwaan

13 Mei 2025 - 16:38 WIB

Tanya Jawab Seputar Fikih Udhiyah (Qurban) Bagian Ke-2

7 Mei 2025 - 15:43 WIB

Apakah Makmum Harus Mengucapkan “Sami’allahu Liman Hamidah?

7 Mei 2025 - 15:34 WIB

Trending di Keislaman
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x